Berbicara
masalah filosofi hidup kadang berkaitan erat dengan cara pandang, cara
berpikir, dan cara menilai kita pada satu objek tertentu. Menurut kita
pesan yang tersirat dibalik setiap objek tertentu begini, bukan tidak
mungkin menurut orang lain begitu. Sah-sah saja memang, terlebih lagi
masing-masing punya dasar dan tujuan positif.
Disini saya ingin “belajar mencoba” untuk menguraikan satu pandangan dari banyak orang tentang “hiduplah seperti air”. Filosofi hidup seperti air atau menurut masyarakat Tionghoa dikenal juga dengan istilah Tao Te Ching ternyata
berbeda dengan “hidup seperti air mengalir”. Prinsip hidup seperti air
lebih mengarah pada sifat global air itu sendiri, sedangkan hidup
seperti air mengalir lebih mengarah pada salah satu sifat air yang
selalu mengalir kesegala arah.
Lalu kenapa kita harus hidup seperti air ?, atau paling tidak filosofi apa yang bisa kita ambil dari air ?
Pertama, selain
mempunyai sifat mengalir, air juga mempunyai sifat menguap. Naik keatas
dan bertemu, berkumpul dan bersatu dengan uap air yang berasal dari
berbagai tempat, dan dari pertalian ikatan ini akhirnya terbentuklah
awan. Gumpalan awan ini kemudian bertemu dengan gumpalan-gumpalan
lainnya sehingga semakin berat dan turunlah hujan yang menyejukan. Sifat
ini hendaknya ditiru oleh kita, yaitu begitu pangkat dan kualitas hidup
kita bisa lebih baik dan diatas orang lain, seharusnya kita bisa
bersatu padu dengan orang-orang yang sama-sama diberikan derajat lebih
untuk kemudian berusaha semaksimal mungkin menyejahterakan banyak orang.
Kadang
sering ada yang menjadikan teori diatas sebagai alasan mengapa hidup
harus seperti air yang mengalir, padahal teori diatas bukanlah tentang
“air mengalir” melainkan ½ dari ”siklus air”. Sedangkan “air mengalir”
bagian dari “Siklus air”.
Kedua, air
mempunyai sifat membersihkan. Tentunya tidak semua air bisa
membersihkan, air yang bisa membersihkan tentunya harus air yang bersih
juga. Hikmahnya buat kita, hendaklah kita menjadi pribadi yang bisa
mempengaruhi orang lain untuk berada dijalan yang baik, benar dan
bersih, dan untuk itu tentunya kita harus membersihkan diri sendiri
terlebih dahulu tentunya.
Ketiga, air
mempunyai sifat halus dan lembut tapi tegas. Air bisa datang dalam
jumlah yang sangat besar tapi juga bisa seketika hilang tanpa jejak.
Saya lebih percaya kalau materi di muka bumi ini yang paling lembut
sepertinya air, setiap kita sentuh ia sangat halus, saking halusnya kita
tidak bisa mengukur seberapa tebal ukuran inti air. Tetapi, meskipun
air terlihat dan terasa begitu tenang, lembut dan menyejukan, manakala
ia “bertindak atas perintah Allah SWT” untuk memberikan peringatan
kepada umat manusia maka efeknya sangat dahsyat mampu meluluhlantahkan
dunia lebih dari sebuah bom atom. Pelajarannya buat kita adalah kita
harus menjadi pribadi yang lemah lembut, santun, menentramkan tapi tidak
loyo, tidak cemen. Tenang tapi punya ketegasan yang tidak bisa
disepelekan dan direndahkan.
Keempat, hadirnya
air selalu dibutuhkan dan dirindukan oleh siapapun. Mudah-mudahan
dengan berkaca pada peran air, kita bisa berusaha menjadi manusia yang
setiap kehadirannya selalu dibutuhkan dan sangat dirasakan manfaatnya
oleh orang lain, sehingga kita tidak menjadi terbuang dan terkubur didalam sampah sejarah.
Kelima, berubah
bentuk tapi tidak berubah sifat. Sobat perhatikan bak mandi yang berisi
air secara penuh, misalnya bak tersebut berbentuk kubus, otomatis air
yang didalamnya karena mempunyai sifat menekan ke segala air bentuknya
juga menjadi kubus mengikuti bentuk bak mandi. Air tersebut kemudian
sobat pindahkan kedalam drum yang mempunyai bentuk silinder, otomatis
air tersebut bentuknya juga menjadi silinder karena menyesuaikan bentuk
drum.
Ketika
air berada didalam bak mandi dan bentuknya menyesuaikan bak mandi, ia
tetaplah air, air dengan segala ciri khas, sifat dan karakternya. Begitu
juga ketika air dipindahan kedalam sebuah drum, ia tetaplah air yang
masih dengan segala ciri khas, sifat dan karakternya. Ia tidak berubah
menjadi minyak ataupun yang lainnya. Gambarannya, dimanapun kita berada
hendaklah kita tetap mempunyai kepribadian yang kuat, keimanan yang
teguh, yang tidak mudah terpengaruh oleh perubahan kondisi dan
lingkungan.
Keenam, air
tidak bisa dibelah, selalu mengalah tapi tidak pernah kalah. Sobat
perhatikan saat air dikolam atau dimanapun, dengan cara apapun ia
dibelah tetap ia akan bersatu kembali. Dengan satu hentakan pukulan
keras mungkin air tersebut tercerai-berai menciprat kesegala arah. Tapi
ia akan tetap kembali bersatu lagi. Hikmahnya buat kita, apalagi kalau
bukan semangat persatuan dan persaudaraan. Air sangat mudah berbaur
dengan sesama air, sudah selayaknya kita juga bisa berbaur dan
bersatu-padu antar sesama manusia terlebih lagi disatu bangsa yang sama.
Lantas, kenapa kita jangan hidup seperti air yang mengalir ?
Sebetulnya
teori ini tidak salah sepenuhnya, tapi saya banyak tidak setujunya. Air
punya sifat mengalir dari yang tinggi ke yang rendah menekan kesegala
arah. Ketika air mengalir ada kemungkinan ujungnya, antara ke tempat
yang baik atau buruk. Masih mending kalau mengalirnya ke muara laut,
kalau ke saluran got, jalur pembuangan limbah dan berujung pada septik
tank ?, atau bahkan bermuara di pusat pembuangan limbah yang mencemari
lingkungan dan membahayakan untuk kehidupan ?. Air yang mengalir
mempunyai sifat yang liar tak tentu arah, ia tidak bisa mengendalikan
diri. Kalau air sudah tidak terkendali, maka keliarannya bisa
menyebabkan banjir dan arusnya menghancurkan segala objek.
Masih mau hidup seperti air yang mengalir ?
Agar
bisa lebih bermanfaat dan tidak sia-sia, air yang mengalir tersebut
harus diatur arah alirannya. Harus dialirkan kemana ?, disalurkan kemana
?. Untuk persawahanpun tidak serta-merta air dari sungai mengalir
sendiri ke sawa-sawah, alirannya tetap harus diatur, dialirkan,
diarahkan, sehingga jelas manfaatnya.
Hidup
seperti air mengalir tak ubahnya seperti sebuah kepasrahan diri
“terserah zaman mau membawa saya kemana”. Air ang mengalir harus
diarahkan dan diatur alirannya supaya tidak membahayakan, merugikan dan
sia-sia. Demikian halnya hidup kita, harus terarah, tidak merugikan, dan
yang pasti hidup kita tidak sia-sia. Jelas, filosofi “hidup seperti air
mengalir” tidak cocok untuk pribadi yang mau berubah kearah yang
lebih baik. Hidup ini harus diarahkan dan dikendalikan. Singkatnya,
kalaupun mau hidup seperti air yang mengalir harus lebih ditegaskan lagi
“hiduplah seperti air ledeng yang mengalir”.
No comments:
Post a Comment